Opini

Bahayanya Jual-Beli Merchandise “Overpriced” yang Tidak Disadari Penggemar

Bahayanya Jual-Beli Merchandise "Overpriced" yang Tidak Disadari Penggemar
Belakangan ini, ada sebuah toko yang sedang jadi bahan pembicaraan hangat di kalangan penggemar sebuah grup idola. Demi menjaga ketentraman dan karena tak ada maksud dari saya pribadi untuk menyandur siapa pun dan pihak mana pun dalam tulisan ini, saya tidak akan menyebutkan secara spesifik, toko mana yang saya maksud, serta siapa yang menjadi narasumber saya di sini.
Pada dasarnya, toko tadi menjadi perbincangan panas di komunitas penggemar karena hampir semua merchandise dari grup idola A dijual dengan harga selangit––atau setidaknya, tidak sesuai dengan pasaran. Menggunakan embel-embel, “barang ini limited” atau “jumlahnya sangat terbatas” sudah bukan strategi penjualan yang asing, karena itu adalah manipulasi pasar, untuk membuat calon pelanggan merasa takut ketinggalan (baca FOMO dan Scarcity Marketing).
Seringnya, penggemar yang takut ketinggalan ini, tidak menyadari bahayanya permainan harga dan manipulasi pasar seperti itu. Selain tidak mendukung idola dan hanya menyakiti angka penjualan resmi, pemberian harga tinggi tanpa alasan yang jelas itu sebenarnya illegal loh!


Membeli Merchandise Overpriced Tidak Sama Dengan Mendukung si Idola

Pahami Dulu Sistem Penghitungan Chart Mingguan dan Penghargaan Musik

Mungkin bagi beberapa orang yang baru terjun jadi penggemar atau masuk ke sebuah fandom, tidak memahami hal ini. Tingkat penjualan album fisik biasanya diukur oleh badan statistik terpilih seperti HATEO dan Gaon.

Sertifikasi HATEO dan Gaon di setiap laman produk KTown4U

Footer website KTown4U / screenshot

Ktown4U, salah satu website tempat penggemar dapat membeli album dan merchandise dari idola kesukaan mereka, mencantumkan logo HATEO dan Gaon di footer, menandakan bahwa setiap penjualan di website tersebut akan terlacak dan masuk dalam penghitungan. HATEO melacak penjualan, sementara Gaon melacak pengiriman. Statistik HATEO biasanya digunakan oleh acara musik mingguan, sementara statistik Gaon digunakan untuk acara penghargaan akhir tahun.
Menurut hasil wawancara saya dengan penggemar sebuah grup idola (yang bisa dibilang cukup senior), keterbukaan penjual album dan merchandise K-Pop lokal amat diperlukan, misalnya darimana dia memesan album atau merchandise tersebut, website resmi, atau website lain seperti Ktown4U. 

“Kalo chart biasanya gini, beli album di web resminya aja, soalnya itu masuk itungan ke HATEO,” jelasnya, “aku, khawatirnya sih, kita beli-beli merch atau album B**KP**K nggak tau dari mana asalnya, malah nggak masuk itungan.”

Selain dari hasil wawancara yang saya kutip di atas, narasumber saya juga menceritakan kisah pribadinya yang terinspirasi dari seorang teman, sebut saja namanya Candy, “Candy ini beli album E*O sampai ribuan dan bulk order. Ini dia (beli) langsung ke SM Entertainment-nya. Jadi nggak ada istilah sellkor, sellchin, dan lain sebagainya… Jadi, ya, benar-benar ambilnya di agensi-nya langsung, dan dia selalu nunjukkin Invoice dia jajan berapa piece, dan itu menurut gue transparan sih.”


Keuntungan “Lebih” dari Jualan Merchandise Overpriced Hanya Masuk ke Kantong si Penjual

Sellkor dan Sellchin yang disebutkan oleh narasumber saya merupakan sebutan untuk penjual (bisa grup mau pun individu) yang berasal dari Korea Selatan dan China. Biasanya mereka menjual kembali merchandise yang sudah mereka beli––entah dari toko mana––ke pembeli di luar negaranya, salah satunya Indonesia.

Biasanya ketika membeli sebuah album dari grup idola, ada Photocard member di dalamnya yang hanya didapat secara acak atau random. Bagi para penggemar yang suka mengoleksi Photocard ini, memilih jalur alternatif yang disebut “album sharing“. Artinya, si penjual akan membuka album tersebut dan menjual isinya secara terpisah bagi penggemar yang hanya menginginkan bonus tertentu, salah satunya yang paling diincar adalah Photocard member kesukaan mereka.

Photocard member favorit yang bisa dikumpulkan dari berbagai album dan Merchandise.

Konon, harga yang dipatok oleh Sellkor dan Sellchin untuk satu Photocard member bisa sama dengan harga sebuah album lengkap. Dan jika saya memperhatikan harga pasaran “album sharing” lokal, jika kita dibeli secara lengkap semua isinya (seperti isi album yang seharusnya didapatkan pembeli), total harganya bisa melampaui harga album baru yang masih segel, bahkan bisa beli 2 album masih dapat kembalian.
Dari situ saja, seharusnya setiap kita mempertanyakan, kelebihan jumlah uang itu masuknya ke kantong siapa? Apakah ke kantong si penjual atau ke sang Idola?


Overpricing itu Tindakan Ilegal dan Menyakiti Penjualan Resmi

Saya memperhatikan bahwa kebanyakan penggemar masih berada di usia sekolahan. Walau ada juga yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, tapi tidak semua uang kita lantas dilarikan ke hobi begitu saja. Pasti ada keperluan lain, dan saya tidak tega membayangkan anak remaja terlilit hutang hanya demi memiliki merchandise idola kesayangan mereka, atau menahan-nahan makan hanya demi membeli sebuah Photocard gambar member favorit.
Baru kemarin rasanya, saya melihat sebuah toko menjual Photocard yang katanya “limited edition” lebih mahal daripada albumnya.
Jika harga sebuah album atau merchandise idola yang semestinya sudah diatur dari sananya dirusak oleh strategi penjualan lokal yang terlalu berlebihan seperti ini, apa hasilnya?
Uang yang tadinya bisa membeli satu-dua album langsung dari agen-nya, berpindah seluruhnya ke kantong pedagang tidak jelas asal-usulnya. Belum tentu juga barang yang dibeli itu masuk hitungan penjualan agar idola mereka masuk chart nomor satu atau menang penghargaan akhir tahun. Mungkin juga iya, bisa jadi juga tidak.
Ketika sebuah produk dipatok dengan harga terlalu tinggi tanpa sebab yang jelas, hal itu bisa merusak pasar. Apalagi untuk produk yang sebetulnya diproduksi secara masal. Akan sangat tidak mungkin bagi produk masal tersebut mencapai angka penjualan tertinggi (balik ke poin pertama soal chart HATEO dan Gaon). Bahkan hal ini sebetulnya ilegal dalam beberapa kasus. 
Mungkin tidak ada hukum yang benar-benar mengatur penetapan harga untuk barang hobi, akan tetapi, teman saya yang mengerti soal hukum dan saya jadikan narasumber juga, mengingatkan adanya hukum perlindungan konsumen.

“Nah, kalau masalah overprice di barang-barang kayak koleksi gitu, ngga ada diatur. Itu non-pokok, kan? Tapitetap konsumen berhak atas perlindungan terhadap pemberian informasi palsu gitu,” jelas narasumber saya, “makanya kita sebagai konsumen sebenarnya berhak untuk tahu detail harga, barang, kondisi barang, dan lain sebagainya dari si penjual.”

Dan kalau dipikir-pikir, karena penetapan harga tinggi tanpa alasan ini, esensi dari Budaya Populer––mudah didapat dan mudah diproduksi––jadi tidak ada lagi, karena hanya “kalangan Sultan” saja yang bisa menikmatinya secara utuh.

Nikmati Seperlunya dan Semampunya, Jangan Berharap “Berinvestasi”

Kalau alasan mengoleksi Photocard atau merchandise dengan alasan investasi, saya rasa itu pun bukan pembenaran yang tepat. Kenapa? Karena produk yang diproduksi secara masal biasanya sudah punya nilai yang ditentukan dan setara. Dan barang yang harganya bergantung pada kepopuleran suatu trend cendurung mengalami penyusutan dari waktu ke waktu. Jumlah peminat bisa saja berkurang seiring kegiatan dari sang idola sudah tidak lagi seaktif masa-masa keemasan mereka––misalnya, karena pensiun atau bubar. Uang sebesar 700 ribu yang kita keluarkan untuk selembar Photocard bisa tidak kembali, lenyap begitu saja hanya demi memuaskan nafsu sesaat.
Jika ingin berinvestasi, maka lebih baik berinvestasi ke barang yang harganya akan semakin meningkat sering berjalannya waktu, misalnya emas, tanah, atau hal-hal yang ketersediaannya akan semakin terbatas di kemudian hari.
Mengoleksi Photocard random atau merchandise lain, membuat kesan seolah sulit sekali di dapatkan jika sudah habis terjual di toko-toko resmi. Padahal hal ini hanya ilusi pasar sesaat. Harga jadi mahal karena momentum saja, karena banyak orang yang “sedang” menyimpan benda itu untuk disimpan sendiri. Nanti, jika para pemilik sudah bosan, atau membutuhkan uang cepat, maka Photocard dan merchandise itu akan dikeluarkan dari rak dan akhirnya harganya tidak akan semahal saat pertama dibeli––malah bisa jauh lebih murah. Ada juga kemungkinan barang itu akan diproduksi ulang, seperti contoh kasus di bawah ini.
YG Select memproduksi kembali Summer Diary in Hawaii (yang saat ini dianggap limited)

Alternatif Mendapatkan Photocard Member Kesayangan daripada Buang Uang

Pengalaman saya selama bertahun-tahun menjadi seorang desainer kreatif, membuat saya memahami mengapa beberapa isi album dibuat secara acak dan berbeda dalam variasi. Ketika setiap orang membeli satu album yang sama dan mendapatkan beberapa variasi berbeda dari yang lain, sebetulnya, maksud sang desainer produk itu supaya kita bisa bersosialisasi dengan penggemar lainnya. Semacam fitur tersembunyi yang tidak bisa dijamah atau dilihat namun bisa dirasakan. Kamu bisa bertukar dengan penggemar lainnya.
Belajarlah bersosialisasi melalui komunitas penggemar, agar kamu masih bisa mendapatkan Photocard member kesukaanmu tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam. Mungkin mendapatkannya tidak akan semudah “membeli” Photocard mahal di marketplace lokal, tapi keseruan menjalin pertemanan dan belajar mengenal serta menerima perbedaan orang lain di dalam komunitas itu, jauh lebih berharga daripada selembar kertas bergambar yang bisa dibuat sendiri kalau kita mau.
Saya yakin, perburuan yang seperti itu akan jauh lebih seru dan menyenangkan jika kita mau bersabar dan menikmati prosesnya. Ketika satu kali, kita akhirnya mendapatkan Photocard incaran tersebut, lalu menyimpannya dalam binder, saya yakin selembar kertas itu tidak hanya menyimpan wajah idola kesayanganmu saja, tapi ada cerita dan petualangan seru dibaliknya yang bisa kamu ceritakan ke anak cucumu suatu hari nanti (kalau umur panjang).
Sisi positif dari kegiatan semacam ini juga akan membuat kita tak terlalu konsumtif karena “impulse buying” akibat tidak adanya kegiatan saat menunggu barang pre-order, dan kita jadi punya kesibukan selagi menunggu comeback sang idola. Jauh lebih baik, bukan? Daripada ribut dengan penggemar grup lain, main sosmed tapi tak membuahkan hasil, mari kita mulai memanfaatkan teknologi ke arah yang lebih produktif dan bernilai.

Akhir kata, supaya tidak ada yang merasa tersinggung atau disinggung…

Artikel ini saya tulis bukan sebagai ajakan untuk tidak membeli dari penjual lokal, justru sebaliknya. Saya mengajak kita semua untuk bisa jadi konsumen yang lebih cerdas. Saya mengajak kita untuk mengapresiasi penjual lokal yang sudah jujur dan terbuka pada pelanggan.
Semakin banyaknya penggemar grup idola asal Korea Selatan belakangan ini, seolah menjadi ladang emas bagi beberapa orang yang berusaha mendapat keuntungan dengan cara-cara yang tak biasa dan merugikan orang lain.
Sebagai konsumen, penggemar, dan orang yang ingin mendukung idolanya, penting bagi kita untuk memahami dan mengedukasi diri perihal cara mendukung idola yang sebenar-benarnya. Sebab, saya tahu harga sebuah album atau merchandise lainnya itu tidak murah, tapi saya paham akan keinginan mendukung orang lain meraih impian mereka. Namun jika kita tidak menjadi konsumen dan penggemar yang cerdas, akan sangat sayang sekali jika maksud baik kita dimanfaatkan oleh orang yang cenderung mengedepankan kepentingan pribadi.

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top