Jangan Sok Jadi Polisi Moral – Sebelumnya saya menginformasikan kalau istilah Polisi Moral adalah sebuah istilah yang pertama kali beken di negara India. Kelompok masyarakat Vigilante yang pertama kali menamakan dirinya sebagai Polisi moral.
Tujuan kelompok ini adalah hadir untuk memperkuat moralitas warga negara India. Namun dalam perkembangan selanjutnya, istilah Polisi Moral banyak diadopsi di berbagai negara termasuk Indonesia.
Awalnya istilah ini hadir di media sosial. Mereka umumnya mengkampanyekan anti terhadap tindakan-tindakan asusila di ruang publik.
Dilansir dari dhiandharti.co, polisi moral dimaknai sebagai individu maupun kelompok yang menggunakan media sosial sebagai wadah untuk membagi, memperkukuh, atau membuat nilai-nilai moral kepada masyarakat.
Salah satu contoh pengguna media sosial yang sempat disoroti dan dihujani dengan pujian dan juga kritik adalah CELUP, akronim dari Cekrek, Lapor, Upload.
Dalam perkembangan selanjutnya, ada banyak individu dan kelompok yang menyalahgunakan istilah Polisi Moral ini.
Seseorang, baik berada dalam posisi benar atau pun salah asala bukan sepemahaman dengan mereka, lantas dibully habis-habisan bahkan dinobatkan sebagai pendosa jika berkaitan dengan hal-hal keagamaan.
Makna Polisi Moral
Polisi Moral dari namanya saja sudah mengandung kata polisi. Mestinya mereka yang mengangkat diri dan kelompoknya untuk menjadi Polisi Moral harus memiliki naluri.
Paling tidak insting inteligensi sebagai penyidik baru bisa mengklaim dirinya sebagai Polisi Moral. Jangan karena merasa sebagai Polisi Moral lantas membabi buta menjudge orang lain.
Polisi saja, dalam menyikapi sebuah informasi kriminal yang diperoleh hanya berdasarkan dari laporan, asumsi dan kecurigaan pelapor, tidak serta merta membuat mereka menangkap seseorang dan menjadikannya tersangka. Ada proses panjang menuju pada dijadikannya tersangka pada diri seorang.
Yang pihak Kepolisian lakukan adalah justru mengawasi terlapor sampai benar-benar menemukan pelanggaran (disertai bukti-bukti, bahkan OTT) sesuai dengan laporan, asumsi dan kecurigaan yang mereka terima, baru dilakukan penangkapan yang selanjutnya dijadikan tersangka.
Jika tidak menjalankan proses yang semestinya dilakukan oleh seorang penyidik, otomatis naluri dan insting inteligensi sebagai penyidik tidak ada dalam tubuh individu atau kelompok yang mengaku sebagai Polisi Moral ini. Kosong!
Jika naluri dan insting inteligensi sebagai penyidik ternyata tidak ada alias kosong namun tiba-tiba saja konferensi pers dan menjadikan seseorang sebagai tersangka hanya berdasarkan dari laporan, asumsi dan kecurigaan yang mereka terima dari pelapor tanpa barang bukti maka bisa dipastikan, keputusan itu ngawur.
Bisa saja keputusan itu dilandasi rasa cemburu, curiga, balas dendam dan sakit hati. Dan itu artinya yang bersangkutan yang mengklaim dirinya sebagai Polisi Moral termasuk kelompok dan individu yang tolol goblok dan bangsat.
Jika demikian, berhenti saja menjadi Polisi Moral!
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.