Sering kali, gambaran kita akan kesuksesan dikacaukan oleh tuntutan sosial, seakan-akan sukses di usia muda adalah keharusan. Padahal, kenyataan tidak selalu begitu. Ada kondisi di luar kendali kita dan keberuntungan juga ketersediaan kesempatan bagi tiap-tiap orang yang tak selalu sama.
Definisi singkat dari kesuksesan hanya “tercapainya sebuah tujuan”. Berarti, kalau dibikin pengertian paling awam, untuk bisa sukses, ya harus punya tujuan dulu, ya kan?
Subyektivitas Arti “Sukses” dan “Tujuan”
Kesuksesan sangatlah subyektif. Tergantung dari “tujuan” yang ingin dicapai tiap orang. Sering kali, kita ga benar-benar sadar, apa tujuan yang ingin kita raih. Pikiran ini rancu oleh definisi sukses dan tujuan yang ingin dicapai orang lain.
Berhenti Mengukur Diri Sendiri dengan Ukuran Orang Lain
Sure, kita perlu punya panutan hidup. Tapi apa kita harus benar-benar jadi sama dengan mereka? Aku rasa tidak. Karena tiap orang di dunia ini punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Apa yang cocok untuk kamu, belum tentu cocok buat orang lain. Apa yang baik bagi orang lain, juga belum tentu baik bagi kamu. Lalu, apakah adil jika kita mengukur kesuksesan kita dengan cara orang lain mengukur kesukesannya?
Misalnya, ada anak yang pandai melukis, dia ga perlu berusaha sebanyak orang lain untuk bisa menguasai skill melukis. Tapi, kalau kesuksesannya malah di nilai dari segi kecakapannya menyanyi, hanya karena teman-teman sekelasnya rata-rata jago nyanyi, hal itu akan menajdi absurd. Ga masuk akal.
Atau contoh lain, seperti kutipan yang beredar di Internet, “kalau kita menilai ikan dari caranya memanjat pohon,” maka yang konyol adalah kita.
Apa Tujuan Kita?
Tujuan kamu, seperti apa kamu mau menjadi, kemana kamu mau menuju, semuanya hanya kamu seorang yang tahu. Apakah kamu ingin menjadi pelukis, penulis, pemain film, sutradara… Semua itu, kita sendiri yang menentukan “arahnya mau kemana” itulah langkah awal supaya kita bisa sukses.
Simpel banget kan? Untuk sukses ya kamu harus punya tujuan, karena definisi sukses paling sederhana hanya “tercapainya sebuah tujuan” bukan hal muluk-muluk seperti di dalam iklan.
Perlu diingat kalau kita juga tarus realistis dalam menentukan “tujuan” sesuaikan dengan keadaan kita sekarang. Jangan buat goal atau tujuan yang terlalu tinggi sampai ga bisa dicapai. Jangan buat buat gawang yang terlalu sempit sampai mustahil mencetak gol.
Mengendalikan dan Mempengaruhi Proses
Gimana caranya kita tahu, tujuan yang kita tentukan itu “achievable” atau enggak? Mudah saja, tanyakan pada diri sendiri, apakah proses untuk sampai ke sana ada dalam kendali kita tau tidak? Apakah kamu bisa mempengaruhi hasil akhirnya dengan baik?
Masalah tercapai atau tidaknya sebuah tujuan, itu tergantung nasib dan takdir. Nasib dan takdir, tidak ada dalam kendali kita. Tapi, memilih untuk berlatih dan memberi yang terbaik yang kita bisa berikan, masih ada dalam kendali kita. Dalam prosesnya, pastikan kamu bisa mengendalikan dirimu.
Kalau kamu seorang penulis, dan tujuanmu adalah membuat cerita yang diakui dan disukai oleh semua orang. Berarti kamu udah menyiapkan dirimu jatuh dalam kegagalan sejak awal. Kok gitu? Ya, masalah ceritamu disukai orang atau enggak kan ga ada dalam kendalimu. Itu tergantung selera pembaca dan ga semua pembaca punya selera yang sama. Kalau bikin cerita yang disukai oleh semua orang itu hal mudah, sudah dari kemarin penduduk bumi jadi penulis best seller.
Tetapi, lain cerita, kalau kamu seorang penulis, dan tujuanmu adalah menyajikan cerita sebaik mungkin. Kamu masih bisa berlatih, belajar dan menelaah cara bercerita yang baik itu seperti apa. Kamu masih punya kendali dalam prosesnya. Masalah tulisan itu disukai atau tidak, serahkan pada nasib dan takdir. Tujuanmu adalah menjadi storyteller yang baik, menyampaikan ide dan konsep sebaik mungkin.
Mengukur Kesuksesan Sejati
Setelah kita tahu tujuan apa yang ingin kita capai, dan menyadari apakah tujuan itu “masuk akal atau tidak” maka, kita baru benar-benar bisa mengukur sebuah kesuksesan. Sederhananya, kesuksesan yang diukur tidak bisa hanya di hasil akhir, tapi latar belakang (titik awal) dan prosesnya ke puncak juga menjadi tolak ukur.
Misalnya, seorang penulis ingin jadi storyteller yang baik. Maka, hari demi hari saat dia berlatih dan belajar hal baru tentang cara bercerita, juga perlu dimasukkan dalam hitungan. Apalagi jika latar belakang penulis adalah orang awam, ga pernah nulis, ga tahu cara menyampaikan ide dan konsep. Maka setiap satu langkah menuju “tujuan” itu patut diapresiasi.
Mengapresiasi Progres, Langkah demi Langkah
Mengapresiasi pencapaian kecil dalam proses kita ke tujuan, sangatlah penting. Apresiasi itu berfungsi untuk meningkatkan semangat, karena manusia sering lupa dengan perjuangan sendiri. Mengapresiasi langkah dan progres kecil bisa menjadi cara untuk bersyukur, membentuk kebiasaan untuk menghargai apa yang telah kita lakukan.
Melihat Kegagalan Sebagai Peluang Belajar
Sama seperti pencapaian kecil yang kita rayakan, kegagalan juga perlu diapresiasi. Dalam hal apa pun, pasti akan ada peluang kegagalan. Kita bisa belajar lebih banyak dari kegagalan daripada keberhasilan. Supaya ga jatuh dalam kegagalan yang sama, satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah belajar dari kegagalan tersebut. Jika kamu takut akan lupa dengan hal yang sudah dipelajari, buatlah jurnal, atau catatan perjalananmu.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.