Moonhill Indonesia (moonhill.id) – Niatnya baik, tapi eksekusinya penuh tanda tanya. Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang dibuat oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) berpotensi mematikan kreativitas dan berbahaya bagi kebebasan pers.
Jika kamu masih ingat, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sempat viral karena pegawainya melakukan pelecehan seksual sekaligus perundungan. Tidak berhenti sampai melecehkan dan merundung korban, pegawai KPI juga merekam korban saat dilecehkan dan mengancam korban dengan rekaman tersebut. Korban mengaku sudah melaporkan perbuatan pelaku pada atasan mereka, tetapi tidak ada penindakan yang tegas dari KPI dan diduga adanya pembiaran.
Kasus tersebut dianggap amat ironis oleh masyarakat kita, mengingat betapa ketatnya KPI mengawasi tayangan, hingga melakukan sensor berlebihan pada Sizuka, tetapi malah pegawai dalam lembaganya sendiri melakukan hal-hal yang tidak pantas.
Kini KPI kembali menjadi buah bibir, bukan hanya dikalangan warga sipil, tapi juga di kalangan pers. Dan lagi-lagi lembaga ini ramai dibincangkan, bukan karena prestasi, tapi kontroversi. Baru-baru saja KPI membuat Draf RUU Penyiaran yang melarang beberapa produk jurnalistik, seperti jurnalistik investigasi. Padahal, KPI tidak punya kewenangan untuk mengatur pers.
Draf RUU ini juga banyak banget yang tabrakan dengan Undang-Undang Pers yang sudah ada dan sudah disahkan. Sehingga, A. Sapto Anggoro, anggota Dewan Pers, mencurigai adanya kesengajaan dari KPI untuk tidak melibatkan Dewan Pers. Perbincangannya bisa kamu simak di kanal Jawa Pos berikut.
Sumber: Kompas.id |
Demikian juga komunitas kreator konten di Indonesia, tegas menolak disahkannya Draf RUU Penyiaran ini. Kreativitas kreator konten kita bisa terhambat bahkan terancam mati jika pasal-pasal problematik dalam RUU ini tidak direvisi. Rasanya bagaikan tinggal di Korea Utara pasti.
Lagi pula, platform-platform media sosial seperti YouTube sudah memiliki aturan panduan komunitas atau community guidelines mereka yang mengatur konten seperti apa saja yang layak ditayangkan dalam platform mereka. Jadi, isi dari Draf RUU ini sangat tidak produktif, karena bakal kerja dua kali. sibuk-sibukin diri karena aslinya gabut?
Usut punya usut, revisi RUU Penyiaran ini sudah digarap selama 22 tahun. Tapi, melihat pasal-pasal problematik dalam Draf RUU Penyiaran membuat saya pun tepuk jidat. Rumusan Draf RUU Penyiaran yang diramu oleh KPI memperlihatkan pada saya bahwa lembaga ini tidak keep up dengan perkembangan zaman, dan out of touch dengan regulasi yang diterapkan oleh layanan media di internet, sehingga kebijakan-kebijakannya pun jadi kontra-produktif.
Bagaimana bisa KPI merumuskan pasal-pasal ini? Please, walk me through your thought process. Paling penting lagi, apakah lembaga ini masih sanggup melaksanakan tugasnya?
Jika kamu tidak setuju dengan Draf RUU Penyiaran ini, kamu bisa bertindak sekarang dengan menandatangani petisi yang diadakan oleh Malaka Project dan Remotivi di link berikut:
{getButton} $text={Tolak Draf RUU Penyiaran} $icon={link}
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.